Pada
proses konduksi kalor dari benda yang panas ke yang dingin, terlihat bahwa
entropi bertambah dan ketaraturan menjadi ketidakteraturan. Benda panas dan
dingin yang terpisah bisa dianggap sebagai daerah temperatur tinggi dan rendah
untuk sebuah mesin kalor dan dengan demikian dapat digunakan untuk mendapatkan
kerja yang berguna. Tetapi setelah dua benda disentuhkan satu sama lain dan
mencapai temperatur yang sama, tidak ada kerja yang bisa di dapat dari mereka.
Dengan hubungan kemampuannya untuk melakukan kerja yang berguna, keteraturan
telah berubah menjadi ketidakteraturan pada proses ini.
Hal
yang sama juga bisa dikatakan mengenai batu yang jatuh yang berhenti pada saat
menimpa tanah. Persis sebelum mengenai tanah, semua energi kinetik batu bisa
dipakai untuk melakukan kerja yang berguna. Tetapi begitu energi kinetik
mekanik batu menjadi energi thermal, hal ini tidak lagi mungkin.
Kedua
contoh ini mengilustrasikan aspek penting lainnya dari hukum termodinamika
kedua ‘pada proses alami apapun, sebagian
energi menjadi tidak bisa dipakai untuk melakukan kerja.’ Pada semua
proses, tidak ada energi yang hilang (selalu kekal). Melainkan energi menjadi
lebih tidak berguna, kerja yang bisa dilakukan menjadi menurun. Dengan
berlalunya waktu, energi menurun,
dalam arti; energi berubah dari bentuk yang lebih teratur (seperti mekanik)
sampai akhirnya menjadi bentuk yang paling tidak teratur, energi dalam atau
termal. Entropi merupakan faktor di sini karena jumlah energi yang menjadi
tidak dapat terpakai untuk melakukan kerja sebanding dengan perubahan entropi
selama proses yang manapun.
Hasil
alami dari hal ini adalah gagasan bahwa dengan berjalannya waktu, alam semesta akan
mendekati keadaan ketidakteraturan maksimum. Zat-zat akan menjadi campuran yang
serba sama, kalor akan mengalir dari daerah temperatur tinggi ke temperatur
rendah sehingga seluruh alam semesta berada pada temperatur yang sama. Tidak
ada kerja yang bisa dilakukan. Semua energi alam semesta akan menurun menjadi
energi termal. Semua perubahan akan hilang. Hal ini, yang disebut sebagai kematian kalor alam semesta, telah
banyak dibahas oleh para ahli filsafat. Pernyataan akhir ini tampak merupakan
konsekuensi akhir dari hukum termodinamika kedua, walaupun masih jauh di masa
yang akan datang. Walaupun demikian teori ini berdasarkan pada anggapan bahwa
alam semesta terbatas, yang masih belum diyakini oleh para ahli kosmologi.
Lebih jauh lagi, ada beberapa pertanyaan mengenai apakah hukum termodinamika
kedua, sebagaimana kita mengetahuinya, benar-benar berlaku untuk
semua aspek di alam semesta. Jawabannya masih belum ada.
Referensi:
Giancoli,
C.Douglas. 1998. Fisika Dasar I.
Erlangga: Jakarta.
Zemansky, Mark W. dan Richard H.
Dittman. 1986. Kalor dan Termodinamika.
ITB: Bandung
Reynolds, W.C., dan H.C.Perkins.
1977. Engineering Thermodinamics. McGraw-Hill
Book Company: New York.
Baca Lainnya:
Entropi
Keteraturan Menjadi Ketidakteraturan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar